Pembagian Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Keluarga
Dalam dunia hukum keluarga, salah satu isu yang sering menjadi perdebatan di Pengadilan Agama adalah pembagian harta bersama (harta gono-gini). Bagaimana pentingnya pemahaman yang tepat tentang prinsip keadilan dalam pembagian harta bersama bagi para pihak yang bercerai.
Apa Itu Harta Bersama?
Harta bersama, atau sering disebut gono-gini, adalah segala bentuk kekayaan yang diperoleh oleh suami dan istri selama pernikahan berlangsung, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pranikah. Dalam hukum Islam dan Hukum Perdata di Indonesia, prinsipnya adalah bahwa semua harta yang diperoleh selama pernikahan dianggap sebagai harta bersama, tanpa melihat siapa yang secara langsung memperolehnya.
Contoh harta bersama meliputi:
Tanah dan bangunan yang dibeli saat pernikahan berlangsung.
Kendaraan, baik atas nama suami maupun istri.
Tabungan, investasi, atau deposito yang dihasilkan selama pernikahan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa harta yang diperoleh sebelum pernikahan, hadiah, atau warisan adalah harta pribadi dan tidak termasuk dalam kategori harta bersama.
Prinsip Pembagian Harta Bersama
Dalam praktik pengadilan, pembagian harta bersama dilakukan dengan prinsip keadilan dan kepatutan. Secara umum, pembagian harta bersama dilakukan secara proporsional, yaitu 50:50 antara suami dan istri. Namun, ada situasi tertentu di mana pembagian ini bisa berbeda, tergantung pada kontribusi masing-masing pihak selama pernikahan, baik kontribusi finansial maupun non-finansial.
Kontribusi Non-Finansial
Pengakuan terhadap kontribusi non-finansial, seperti peran istri yang mengurus rumah tangga, mendidik anak, dan mendukung karier suami, juga menjadi pertimbangan penting dalam pembagian harta bersama. Hal ini sejalan dengan prinsip kesetaraan gender dan penghargaan terhadap peran masing-masing pasangan dalam rumah tangga.
Proses Pembagian di Pengadilan Agama
Proses pembagian harta bersama melalui Pengadilan Agama biasanya diawali dengan:
1. Pengajuan Gugatan: Salah satu pihak (suami atau istri) mengajukan gugatan pembagian harta bersama setelah perceraian. Gugatan ini dapat diajukan bersamaan dengan gugatan cerai atau setelah putusan cerai berkekuatan hukum tetap.
2. Inventarisasi Harta: Hakim akan meminta para pihak untuk menyampaikan daftar harta yang dianggap sebagai harta bersama.
3. Pembuktian: Pihak yang menggugat harus membuktikan bahwa harta tertentu diperoleh selama pernikahan dan merupakan bagian dari harta bersama.
4. Putusan Hakim: Berdasarkan bukti dan fakta persidangan, hakim akan menentukan pembagian harta bersama secara adil.
Kendala dalam Pembagian Harta Bersama
Ketidakjelasan Dokumen Kepemilikan: Banyak pasangan yang tidak memiliki bukti tertulis mengenai kepemilikan harta.
Perselisihan Nilai Harta: Para pihak sering kali berbeda pendapat mengenai nilai aset yang dimiliki.
Sikap Emosional: Perceraian sering kali disertai dengan konflik emosional yang membuat penyelesaian harta bersama menjadi lebih rumit.
Solusi dan Saran
Untuk menghindari perselisihan yang berkepanjangan, saya menyarankan kepada pasangan untuk:
1. Membuat Perjanjian Pranikah: Perjanjian ini dapat mengatur dengan jelas pembagian harta selama dan setelah pernikahan.
2. Dokumentasi yang Baik: Pastikan semua harta yang diperoleh selama pernikahan didokumentasikan dengan baik, termasuk sertifikat, faktur pembelian, atau dokumen kepemilikan lainnya.
3. Mediasi: Sebelum membawa kasus ke pengadilan, cobalah menyelesaikan masalah ini melalui mediasi untuk mencapai kesepakatan damai.